Lebak, 17 Juli 2025 Dalam rangka kegiatan pemetaan Waduk Karian, Tim BKM Universitas Setia Budhi Rangkasbitung 07 Desa Tambak melaksanakan wawancara langsung dengan Ketua RW dan warga di beberapa wilayah Desa Tambak. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menggali data sosial dan memahami persepsi masyarakat terhadap dampak keberadaan waduk, sekaligus mengidentifikasi kebutuhan serta harapan mereka dalam pengelolaan wilayah sekitar.

Wawancara ini menjadi bagian penting dari proses pemetaan partisipatif yang tidak hanya mengandalkan data teknis, tetapi juga memperhatikan dinamika sosial masyarakat terdampak. Pendekatan dilakukan secara langsung di lingkungan warga dengan metode yang humanis dan terbuka.
Menurut Bapak Cipto Ngaeni, Ketua RW 04 Desa Tambak, hingga saat ini fasilitas umum yang telah dibayarkan baru sekitar 10%, sementara 90% sisanya belum terealisasi. Ia menyebutkan hal ini kemungkinan karena pemerintah memprioritaskan penyelesaian pembangunan Waduk Karian terlebih dahulu. Di tengah kondisi tersebut, banyak warga memilih memperbaiki rumah masing-masing daripada melakukan investasi jangka panjang.
Beliau juga menyampaikan bahwa keterbatasan infrastruktur jalan menjadi hambatan besar bagi masyarakat. Banyak warga kesulitan mengakses layanan dasar seperti berobat ke rumah sakit, bahkan ada yang tidak sempat tertolong. Warga pun khawatir pembangunan besar ini tidak dibarengi dengan perbaikan infrastruktur jalan. Kesadaran dari pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan agar pembangunan jalan segera dilaksanakan, karena akses jalan sangat vital untuk kegiatan pertanian dan pembangunan rumah warga.
Bapak RW menambahkan, pembangunan jalan di desa masih sangat minim, bahkan jika ada pun kondisinya kurang layak. “Apalagi kami, masyarakat kecil di pelosok desa. Kami sangat berharap ada kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan dana pembangunan jalan, khususnya di Desa Tambak,” ujar beliau. Hingga kini, ia pun belum mengetahui sampai kapan kondisi ini akan terus berlangsung, namun besar harapannya agar pemerintah lebih memperhatikan nasib warga Desa Tambak.
Sementara itu, seorang warga Desa Tambak mengungkapkan bahwa mau tidak mau warga harus menerima pembangunan Waduk Karian, meskipun banyak dari mereka kehilangan mata pencaharian. Dulu, sebagian besar warga menggantungkan hidup dari bertani, namun kini lahan pertanian telah tergenang. Di sisi lain, ia mengakui ada perubahan positif, seperti kendaraan roda empat yang kini bisa masuk ke wilayah pemukiman. Namun, kondisi jalan yang ada masih jauh dari baik. Saat ini, banyak warga beralih mengais rezeki dari menjual bambu untuk bahan baku sapu lidi. Termasuk narasumber tersebut, yang kini memproduksi sendiri dan menjual ke agen meskipun dengan harga yang rendah.

Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur strategis nasional, suara-suara lirih dari desa yang terdampak seringkali terabaikan. “Dulu sawah ini sumber hidup kami, sekarang tinggal kenangan. Kami belum tahu nasib ke depan,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. Keluhan ini bukan datang dari satu atau dua orang, tetapi dari puluhan kepala keluarga yang menghadapi masalah serupa: mulai dari lahan yang terendam hingga proses ganti rugi yang dianggap tidak transparan.
Beliau berharap, ke depannya, Desa Tambak bisa lebih maju dan mendapat perhatian dari pemerintah.
Kegiatan wawancara ini menjadi langkah awal dalam membangun dialog antara pemerintah, tim BKM 07, dan masyarakat lokal. Diharapkan, hasil dari pemetaan sosial ini dapat menjadi landasan kuat dalam perencanaan tata ruang, mitigasi dampak sosial, serta pengelolaan Waduk Karian yang inklusif dan berkelanjutan. Keterlibatan masyarakat bukan sekadar pelengkap, melainkan kunci keberhasilan proyek jangka panjang ini.