Setiap negara memiliki tujuan yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Tujuan ini lahir dari ideologi yang mendasari pembentukan negara dan dipengaruhi oleh berbagai teori politik. Dalam kajian filsafat politik, terdapat berbagai teori yang menjelaskan tujuan negara, di antaranya adalah teori fasisme dan teori individualisme. Teori fasisme menekankan supremasi negara di atas individu, di mana kepentingan kolektif lebih diutamakan dibandingkan dengan kebebasan individu. Dalam sistem ini, negara memiliki kontrol penuh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, dan sosial. Negara dipandang sebagai entitas yang harus kuat dan dominan untuk menciptakan stabilitas serta kejayaan bangsa. Tokoh-tokoh seperti Benito Mussolini dan Adolf Hitler menjadi representasi dari penerapan fasisme di abad ke-20. Di sisi lain, teori individualisme menitikberatkan pada kebebasan individu sebagai elemen utama dalam kehidupan bernegara. Negara hanya berfungsi sebagai fasilitator yang menjamin hak-hak individu tanpa melakukan intervensi yang berlebihan. Teori ini berakar pada pemikiran liberalisme klasik yang diperkenalkan oleh tokoh-tokoh seperti John Locke dan Adam Smith, yang menekankan kebebasan ekonomi, hak asasi manusia, serta keterbatasan peran negara dalam kehidupan masyarakat.
DALAM Teori Fasisme adalah suatu sikap nasionalisme yang berlebihan dan merupakan suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dengan kata lain, Fasisme merupakan sikap nasionalisme yang berlebihan.Prinsip kepemimpinan dalam negara Fasisme didasarkan pada otoritas yang mutlak atau absolut. Perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian. Dalam Fasisme, pengorganisasian masyarakat dan pemerintahan dilakukan secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, rasialis, militeris, dan imperialis. Fasisme merupakan gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasisme berusaha mengatur bangsa menurut persprektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi.
Fasisme berasal dari filsafat radikal yang muncul dari masa Revolusi Industri (1760-1850) di Eropa, yakni sindikatisme. William Ebenstein dalam Isme-Isme yang Mengguncang Dunia (2006) memaparkan 7 (tujuh) unsur pokok Fasisme, yakni: Ketidakpercayaan kepada kemampuan nalar; Pengingkaran derajat kemanusiaan; Kode perilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan; Pemerintahan oleh kelompok elite; Totaliterisme; Rasialisme dan Imperialisme; serta Menentang hukum dan ketertiban internasional.
Pengamat politik asal Jerman, Timo Duile, mengungkapkan bahwa ideologi Fasisme selalu membayangkan adanya musuh sehingga pemimpin dan militer harus kuat dalam menjaga negara. Gerakan Fasisme memiliki satu tujuan: menghancurkan musuh yang dikonstruksikan dalam kerangka konspirasi atau ideologi lain. Menurut pola pikir Fasisme, musuh ada di mana-mana, baik di medan perang maupun bangsa sendiri jika tidak sesuai dengan ideologi negara. Ideologi Fasisme tidak mengenal individualitas manusia dan keberagaman. Pengikut Fasisme menjadi massa yang seragam, individu hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan gerakan ini. Adapun ciri-ciri ideologi Fasisme adalah sebagai berikut, Kepemimpinan otoritas mutlak atau absolut, pengikut menjadi massa yang seragam, Militerisme menjadi unsur penting karena Fasisme selalu membayangkan negara dalam keadaan bahaya dan terancam oleh musuh, Musuh dikonstruksi dalam kerangka konspirasi atau ideologi, Ideologi identitas yakni sebuah unsur harus murni yang terbebas unsur-unsur lain yang menganggap sebagai unsur yang tidak asli, dan Lekat dengan teror.
Adapun Dampak Teori Fasisme?
Ciri fasisme yang paling ketara adalah memiliki pola kepemimpinan yang sangat otoriter dan anti intelektualitas. Sedangkan otoritarianisme memiliki kecenderungan susah percaya pada pencapai-capaian para intelektual, kecuali yang sesuai dengan ideologi yang diusung. Pada 8 april 1933, buku-buku yang dianggap subversif dan mewakili ideologi yang menentang nazizme menjadi target untuk dibakar dalam gerakan ’action againts the un-german spirit’. Buku=buku yang disasar oleh bnayak tokoh dan penulis seperti, albert einsten,sigmund freund,karl marx.dan franz kafka. Dan masih banyak lagi penulis-penulis asing yang bukunya tak luput dari pembakaran gerakan propaganda nasional tersebut. Selain pembakaran buku dalam ideologi fasisme,para pengajar diwajibkan untuk patuh terhadap aturan-aturan ideologi yang diusung. Semua pendidik wajib tunduk pada ideologi yang ada.
Pendidikan digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan generasi fasis masa depan. Pemerintahan mussolini di itali banyak berinvestasi dalam pendidikan. Penetrasi ideologis sangat terlihat disekolah dasar. Para instruktur bertugas memastikan bahwa anak-anak dididik dengan nilai-nilai fasis, termasuk kepatuhan terhadap otoritas, semangat pengorbanan dan kepahlawanan semu, serta perlindungan dan peningkatan kepada ras tertentu.
Beberapa negara didunia yang pernah menganut ideologi fasisme adalah italia,jerman,spanyol,yunani,hungaria,dan jepang. Ideologi yang mulai berkembang pada dekade 1920-an ini semakin berpengaruh semasa pecahnya perang dunia ll pada 1939 hingga 1945. Negara-negara fasisme tersebut dipimpin oleh tokoh fasis yang pernah sangat digdaya pada masanya,yakni benito mussolini di italia, adolf hitler di jerman, francisco franco di spanyol,loannis metaxas di yunani, ferenc szalasi di hungaria,serta perdana menteri jepang pada masa kaisar hirohito yaitu hideki tojo.
DALAM Teori individualisme, Individualisme merupakan suatu paham yang menekankan kemerdekaan individu dalam memperjuangkan kebebasan dan kepentingan.seorang individualis juga menentang intervensi negara,badan,atau kelompok atas pilihan pribadi mereka. kepentingan individualis lebih dijunjung tinggi daripada kepentingan kelompok. Masyarakat individualis dibagi menjadi 2 yaitu individualis horizontal dan individualis vertikal.
Individualis horizontal memandang adanya kesetaraan setiap individu Dalam suatu kelompok. Individu dengan individualisme horizontal yang tinggi akan menciptakan kreativitas dan berani mengambil resiko untuk gagal. Sedangkan individualisme vertikal memandang bahwa setiap individu menciptakan hirarki dan status yang berbeda didalam kelompok.
Adapun beberapa faktor penyebab individualisme, adalah Pertama, Pertumbuhan ekonomi. Peningkatan perkembangan sosial ekonomi adalah prediktor yang sangat kuat untuk meningkatkan praktik dan nilai individualisme disuatu negara dari waktu ke waktu. Misalnya,persaingan lapangan kerja yang semakin minim,mengakibatkan orang hanya peduli terhadap dirinya sendiri dan acuh kepada orang lain. Kedua, Globalisasi. Dimana perkembangan zaman serta teknologi yang semakin pesat dan semakin modern membuat seseorang dapat melakukan semuanya melalui teknologi tanpa harus berintraksi serta tatap muka dan bersosialisasi secara langsung. Ketiga, Pekerjaan. Dengan adanya kesibukan dalam bekerja dikota dalam waktu yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian terhadap sesamanya.apabila hal ini berlebihan akan menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial.
Penulis : siti khodijah batubara
Universitas nahdlatul ulama indonesia
Referensi