(Batu Masigit merupakan simbol dari aktivitas lintasan masa lalu, bahwa terdapat kemegahan yang amat mendalam atas keberadaannya selama ini)
Mukaddimah
Batu Masigit, atau Masigit, terletak pada kaki tebing laut atau tanggul laut Bayah. Tepatnya, dipinggir jalan lintas Bayah – Pelabuhanratu, di sekitaran daerah Jogjogan. Secara administrasi, daerah pesisir Jogjogan termasuk ke dalam wilayah Desa Darmasari. Dari pertigaan terminal Bayah, jaraknya sekitar 3 (tiga) km. Bagi Orang Selatan Lebak, terutama Orang-orang Bayah yang juga masih dalam naungan kasepuhan Adat Bayah, Batu Masigit, merupakan salah satu tempat “penting” dalam perkembangan kehidupan masyarakat Adat Bayah.
Sebelum tahun 2012, perairan Laut Masigit (Jogjogan), merupakan tempat beberapa Nelayan Bayah menyandarkan perahunya, untuk beberapa saat, ketika memberikan pesanan Ikan pada penjual eceran, sebelum Perahu lepas landas ke daratan. Tepat diatas Batu Masigit, pada daratan dipinggir jalan, dahulu ada pondok sederhana penjual Ikan eceran. Ikan Layur, Tembang, Siro, Perecang, ‘eeteman’ dan jenis lainnya, tergantung bergelayutan pada pondok penjual Ikan eceran tersebut.
Itu dulu sekali, masalalu yang begitu romantis. Dimasa lalu, perairan Masigit, merupakan tempat memancing yang sangat strategis bagi Orang Bayah dan sekitarnya. Sangat Strategis, lebih strategis dari obrolan dengan tema langitan. Dulu kawasan ini dikenal juga dengan ‘Pangrerekan Tengah’ orang Bayah menyebut sebagai wilayah sandar perahu nelayan yang berada di tengah atau laut, yang tidak sandar di daratan.

(Foto: Pangrerekan Tengah yang diambil dari dokumentasi warga Bayah sekitar Tahun 2006-2010)
Dimasa lalu, sebelum Orang Bayah ditelan pembangunan Dermaga milik PT. Cemindo, Ikan banyak berkeliaran diperairan Laut Batu Masigit. Dari ikan kecil hingga Ikan yang berukuran besar menunjukan diri kepada Orang Bayah. Cerita ini, sering terdengar dari cerita-cerita Orang Bayah di masa lalu. Oleh Orang Bayah dan sekitarnya, wilyah ini juga disebut dengan “Cai Tujuh Ratus”, atau perairan Laut dengan kedalaman 700 meter, tepatnya pada pertemuan perairan Batu Masigit dengan Karang Taraje.
Secara letak, perairan Laut Batu Masigit posisinya berada pada sayap palung laut Jogjogan. Area Masigit, merupakan area perairan Laut Bayah yang memiliki kedalaman yang cukup dalam. Menurut cerita warga Bayah, dibawah Batu Masigit, merupakan lubang yang sangat dalam, entah seberapa dalam dan seberapa besar lubang tersebut. Yang pasti, kedalaman Laut sekitar Batu Masigit dan Karangtaraje, kedalamannya mencapai 700 meter, seperti yang dikemukakan di atas. Kondisi perairan Laut yang demikian, merupakan tempat di mana ikan berkumpul.
Selain itu, Batu Masigit, bagi Orang-orang Bayah dan sekitarnya merupakan tempat yang memiliki sisi “magis”, oleh karena Batu Masigit memiliki hubungan dengan para orang-orang Alim di masalalu. Cerita ini, sering diceritakan oleh tetua-tetua Bayah dan sekitarnya, sehingga bereadar dalam kehidupan Orang Bayah, umumnya Selatan Lebak. Cerita ini kami dapatkan dari perjalanan turun lapang, mencatat segala gejalan yang kami temukan selama di lapangan.
Seiring berkembangnya zaman, yang kian “modern”, sisi “magis” Batu Masigit kian luntur. Keberlangsungan Ikan dan keberlangsungan perairan Laut Batu Masigit, semakin memburuk. Setelah, PT. Cemindo menunjukan “kekuasaannya” dengan pembangunan dermaga atau terminal khusus penunjang usaha-Nya, di sepanjang perairan Laut kawasan Jogjogan – Karangtaraje.
Kondisi Geologi

(Poto Batu Masigit (di Kepung Pagar Dermaga PT. Cemindo)
Secara Geologi Batu Masigit merupakan bongkah (yang tersingkap), ‘mungkin’ singkapan batupasir kuarsa Formasi Bayah yang merupakan batuan tertua berumur sekitar 55 Juta Tahun (Eosen Awal), sebagai batuan alas cekungan banten.
Awal atau sejarah penamaan Formasi Bayah, pertamakali diberikan oleh Koolhoven (1933). Sedangkan Effendi (1998), memberikan nama sebagai Formasi Walat. Kemudian, Martodjojo menamakannya sebagai Formasi Bayah, mengingat nama tersebut yang paling dulu diterbitkan. Serta, sudah dikenal dalam pustaka (Martodjojo, 1984). Batu Masigit, masih satu hamparan batuan dengan singkapan perlapisan batuan yang tersingkap di daerah Karangteraje. Bukan hanya itu, batuan Formasi Bayah ini, hamparanya tersingkap hingga wilayah pesisir Cihara, 25 km, sejak wilayah pesisir bayah sampai pesisir Cihara. Kenampakannya, bisa dijumpai di daerah Karantaraje, dengan perlapisan batuan yang cukup jelas. Adapun di wilayah pesisir Cihara, perlapisan batuan formasi Bayah ini, cendrung tersingkap kurang jelas, akibat patahan, lipatan, rekahan, renggangan dan gerusan yang terjadi pada singkapan tersebut. Sehingga, kemunculannya, terlihat seperti barisan pulau-pulai kecil di wilayah pesisir Cihara, sejak dari muara S. Cimandiri hingga muara S. Cihara.
Masigit dan Potensi Kelautan
Wilayah Selatan Lebak (Pangauban Sanggabuana), terutama pesisir, secara geologi dibentuk oleh susunan Batuan Formasi Bayah. Singkapannya, tersingkap hampir disepanjang wilayah pesisir Selatan Lebak, dengan arah pelamparan Barat – Timur, kemiringannya relatif Utara – Selatan. Kenampakan kondisi geologi ini, bisa dijumpai sejak pantai Bayah hingga Cihara, membentuk perlipatan (antiklin) besar seperti “Kubah”, dengan batuan Formasi Bayah yang tersingkap diperairan Laut Selatan Lebak sebagai sayap daerah Selatannya, termasuk Batu Masigit.

(Foto Sunset di Batu Masigit sekitar Tahun 2011)
Batuan yang tersingkap di Laut Selatan Lebak ini, menjadi media aneka tumbuhan Laut yang tumbuh pada bagian permukaannya. Beberapa jenis rumput laut dan tumbuhan lainnya, seperti “Latuh”, tumbuh terutama pada Batupasir Formasi Bayah. Keragaman, tumbuhan Laut ini, jarang dijumpai pada singkapan batuan lain. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya konsentrasi antara Air Laut dan Air Tawar yang berada didalam lapisan Batupasir (Aquifer).
Oleh karena itu, ini menjadi media yang cocok untuk tumbuhnya aneka tumbuhan Laut, khususnya jenis Rumput Laut. Secara otomatis, kondisi ini, memicu keberlimpahan Ikan Laut diseluruh perairan Lautnya. Menurut penelitian (Triastinurmiatiningsih & Haryani, 2008) rumput laut pantai Bayah memiliki 21 jenis, dengan 6 jenis mampu menghambat aktivitas Escherichia coli, yang bermanfaat untuk mencegah dan mengobati penyakit diare secara tradisional, dan pengetahuan lokal yang otentik.
Perlu dicermati kembali, bahwa, Batuan Formasi Bayah dalam sistem Geohidrologi dan Hidrogeologi merupakan batuan Aquifer (pada lapisan Batupasirnya) aliran Air Bawah Tanah. Keberadaannya sangat penting untuk keberlangsungan Tata Air dibawah permukaan Bumi Selatan Lebak (Pangauban Sanggabuana). Diwilayah darat, kondisi geologi ini merupakan penunjang ketersediaan Air dipemukiman Selatan Lebak. Pada wilayah pantai, lapisan Batuan Aquifer ini, sebagai penunjang ekosistem Pantai. Oleh karena, batuan yang tersingkap disebagian besar pantai Selatan Lebak adalah Batuan Aquifer, otomatis, pada beberapa titik pantai muncul mata air tawar didalam perairan Lautnya. Hal ini, menjadi alasan penting, mengapa Ikan-ikan berkumpul disekitarnya. Selanjutnya, kondisi ini merupakan jawaban mengapa di perairan Laut sekitaran Batu Masigit banyak Ikan yang “Bernaung”, selain disebabkan oleh Morfologi Bawah Laut Batu Masigit.
Batu Masigit dan Kemunduran Pembangunan
Sekitar tahun 2016, PT. Cemindo, memulai pembangunan Dermaga di sepanjang teluk Jogjogan. Otomatis, area perairan Laut sekitar Batu Masigit terkena dampaknya, harus ditimbun dan dibetonisasi. Hal tersebut, menuai pro dan kontra dari Orang-orang Bayah (termasuk sesepuh), karena Batu Masigit merupakan daerah penting bagi Orang Bayah dan sekitarnya. Bukan karena banyak Ikannya, namun, karena sisi “magis”nya. Sehingga, khusus daerah Batu Masigit dengan luas tidak lebih dari 100 M², dibatasi dengan Pagar Dermaga PT. Cemindo yang terus dibangun sampai selesai. Hari ini, dapat disaksikan, Batu Masigit terkungkung Oleh Pagar Dermaga PT. Cemindo. Sebuah gambaran kekalahan Orang Selatan Lebak oleh PT. Cemindo.
Hari ini, setelah Batu Masigit yang sacral itu diamankan oleh Pagar Dermaga PT. Cemindo, Orang Bayah pun merasa aman. Seluruh Orang Selatan Lebak pun demikian. Sungguh sepele Batu Masigit, perkaranya selesai hanya oleh sebuah pagar. “magis” Batu Masigit yang “Historis”, se”magis” pagar dan sependek pagar Dermaga PT. Cemindo. Gengsi Orang Selatan Lebak (Bayah), hanya sepanjang pagar dan sependek pagar Dermaga PT. Cemindo. Lalu, dengan diamankannya area Batu Masigit dengan Pagar Dermaga PT. Cemindo, kemana Ikan-ikannya pergi? Kemana pedagang Ikan eceran dengan saung sederhananya pergi? Jadi satpam di Dermaga PT. Cemindo, menjadi miskin, atau telah mati karena miskin?

(Poto Perahu Nelayan Bayah di area Dermaga PT. Cemindo)
Lihatlah perahu-perahu itu, dibatasi oleh Dermaga PT. Cemindo dengan Batu Masigit. Di antara Perahu-perahu dan Batu Masigit bercokol Dermaga PT. Cemindo, dengan gagah nan kuasa. Sisi “magis” Batu Masigit kalah kuasa oleh Dermaga PT. Cemindo. Jejak historis kehidupan orang-orang Bayah dan sekitarnya, kini tertinggal jauh megahnya dermaga.
Sisi “magis” Batu Masigit, jika hanya cukup dengan sebongkah Batu Pasir, seperti halnya Orang Islam cukup dengan mengenakan sebuah Peci atau Sorban, seorang sesepuh hanya cukup dengan mengenakan sebuah Ikat kepala, atau seorang terpelajar hanya cukup dengan secarik kertas berupa Ijazah.
Perlu dicamkan, kalau memang Batu Masigit sebuah petanda akan adanya sebuah tempat peribadatan yang megah di Bayah. Seyogyanya, biarlah Batu Masigit menjadi “Mesjid” bagi Ikan-ikan dan makhluk Laut lainnya saat ini. Alangkah eloknya Batu Masigit dimasa lalu, menjadi tempat penopang dapur Nelayan Bayah dan pedagang Ikan eceran disekitarnya saat ini. Sehingga, para Nelayan dan Pedagang Ikan eceran tersebut dapat duduk tenang di Mesjid yang berada di kampungannya, karena tidak dihinggapi ketakutan hidupnya akan menjadi fakir.
Kalau memang, Batu Masigit merupakan sebongkah Batu yang keramat, bagai mana kita bisa dapatkan “Karamahnya”?!. Jangankan, Ikan-ikan kita dapatkan dengan jala atau pancing, menyentuh Batu Masigit saja, saat ini sulit kita lakukan. Bagaimana anak cucu kita akan menganggap bahwa Batu Masigit memiliki sisi “magis”, sedang Batu Masigit, kalah terkunngkung, terdesak oleh Pagar Dermaga.
Barang siapa, yang menganggap persoalan Batu Masigit selesai, diamankan, hanya dengan sebuah Pagar Dermaga PT. Cemindo, telah membiarkan kehidupan Ikan-ikan, Para Nelayan dan pedagang Ikan Eceran disekitarnya diusir secara perlahan-lahan di pelupuk mata.
Pembangunan Ekonomi Lebak Selatan Yang Seharusnya
Keberadaan Batu Masigit sebagai simbol bawa yang perlu Orang Selatan Lebak pertahankan adalah bukan hanya sebongkah Batu Masigit semata. Tetapi, sebongkah Batu Masigit yang terhubung dengan segala kekayaan sumber Laut dan daratan yang lainnya. Penting agar dicermati bahwa, sisi “magis” Batu Masigit, ditunjang dengan keberadaan G. Kulantung yang juga memiliki “magis” tersendiri, yaitu sebagai alat navigasi Nelayan Selatan Lebak. Kedua “magis” ini, seyogyanya akan membuat ekonomi Selatan Lebak kilau kemilau, dengan hidupnya aktivitas ekonomi Laut Selatan Lebak.
Nelayan Selatan Lebak tidak perlu takut kekuragan Ikan, sebab di pesisir Selatan Lebak, banyak tempat yang serupa dengan Batu Masigit. Kemudia, dalam aktivitasnya, Nelayan Selatan Lebak tidak perlu takut tersesat di Lautan, sebab ada G. Kulantung sebagai penuntun. Alam Selatan Lebak, telah begitu murah dan cukup untuk dijadikan sebagai dasar pengelolaan ekonomi wilayah Selatan Lebak (Pangauban Sanggabuana).
Batu Masigit merupakan simbol dari aktivitas lintasan masa lalu, bahwa terdapat kemegahan yang amat mendalam atas keberadaannya selama ini. Secara historis, Batu Masigit turut mewarnai perjalanan para nelayan Bayah dan sekitarnya, dengan G. Kulantung di wilayah pegunungan Selatan Lebak. Sebab, Batu Masigit memiliki dua pemaknaan, sebagai simbol “Tata Norma” yang berlaku dimasyarakat dan secara tidak langsung sebagai simbol “Tata Ekonomi” bagi Orang-orang di wilayah selatan wilayah Pangauban Sanggabuana. Keberlangsungannya, sedikitnya bisa dijadikan sebagai tolak ukur gejala krisis Sosial Ekologi yang berlangsung dalam Ruang Hidup/Pangauban Sanggabuana (Lebak Selatan). Dalam hal ini, tentunya perlu pemeriksaan mendalam, untuk memahami simbol-simbol yang terserak, membongkar, dan merekontstruksi ulang atas “kemapanan pembangunan” yang hari ini bergulir kencang di wilayah selatan Pangauban Sanggabuana (Lebak Selatan).
Kami memaknai “magis” tidak sebatas pada persoalan yang abstrak atau “ghaib” saja. Tanpa membongkar sisi kedalaman sebuah simbol, semisal magisnya Batu Masigit. Batu Masigit dan wilayah kunci lain, berada di tengah kehidupan Orang Selatan lebak yang menyejarah. Tentunya, kemenyejarahan tersebut perlu kita pahami bersama. Tanpa itu, kita akan luput pada ketidaktahuan atau kesulitan memahami makna mendalam dibaliknya, yaitu potensi kelautan sebagai pondasi ekonomi Lebak Selatan. Hal ini tidak bisa dilihat oleh sekilas pandang, perlu seminim-minimnya otak yang hendak berpikir, merekontstruksi apa yang kita sebut sebagai ‘pembangunan’, ‘kemajuan’ dan sejenisnya.
Oleh : Sanggabuana Institute
Referensi:
Triastinurmiatiningsih, & Haryani, T. S. (2008). POTENSI RUMPUT LAUT DI PANTAI BAYAH,KABUPATEN LEBAK,BANTEN SEBAGAI ANTIBAKTERI Escherichia coli. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, 37-43.
Sujatmiko & S. Santosa, (1992), Geologi Regional Lembar Leuwidamar