(Foto :Proses menanam padi ladang (Ngaseuk) masyarakat Baduy)
Selayang Pandang
“Bumi (alam) tidak mengenal istilah bencana. Setiap kejadian adalah suatu keharusan, sebagai akibat dari perubahan (dalam arti rusak). Perubahan yang tidak tergolong pada pengetian “rusak” tidak akan mengakibatkan krisis pada bumi (alam).”
Segala gejala yang berlangsung di bumi, semata-mata karena bumi melakukan perimbangan terhadap segala sesuatu yang berlangsung di dalamnya. Perlu dicatat, dalam hal ini bumi tidak melakukan perbaikan. Memang bisa berarti demikian, namun perlu waktu yang sangat lama, puluh hingga ratusan tahun, dengan catatan segala aktivitas penyebab gejala dihentikan sampai bumi kembali pulih.
Jika hari ini suhu mengalami peningkatan, panas, itulah kondisi penyeimbangan bumi dalam keadaan hari ini, atau sebaliknya.
“Etika” dalam hal ini adalah aktivitas/tindakan yang mempertimbangkan keberlangsungan fungsi unit-unit penyusun bumi di dalam bumi (dalam tata semesta).
Lebak Dalam Dilema Etik : Ekologi Vs Sosial Ekonomi
Hal-hal (aktivitas) yang sering dianggap baik, tanpa mempertimbangkan untuk apa (fungsinya) suatu unit itu ada dalam tata semesta, malah menimbulkan masalah baru. Missal, alih fungsi danau pantai di wilayah panggarangan (Talanca Cisiih) menjadi sawah-sawah, memungkinkan meningkatkan pendapatan padi pemilik sawah. Namun, menyebabkan peningkatan ketinggian dan perluasan air pada saat banjir di Kampung Elod dan sekitarnya.

(Gambar Citra Satelit, Danau pantai (Talanca Cisiih) panggarangan : Alih fungsi lahan Talanca – perluasan sawah-sawah)
Kemudian aktivitas lainnya, di wilayah panggarangan dan Cihara, yaitu pertambangan batubara rakyat menyebabkan bukaan dan penggalian pada unit-unit wilayah penunjang air (airtanah). Meningkatkan pendapatan (cash/uang) penambang (dan rerantainya). Namun, bersamaan dengan itu, warga sekitar mengalami kessulitan air pada saat musim kemarau. Teknologi pengeboran sumur bor, yang dampaknya tidak selalu baik, pada aliran airtanah, membuat masyarakat tenang, untuk sementara waktu. Padahal, pengeboran sumur bor tanpa batasan tertentu menyebabkan penurunan muka airtanah dan memperlemah daya dorong air (hidraulik air) dalam lapisan batuan pembawa air.

(Foto: quarry PT. Cemindo, Perubahan bentang alam perbukitan Pamubulan akibat aktivitas pengerukan)
Kondisi di atas, diperparah oleh adanya perubahan bentang alam sekala besar, yang disebabkan oleh tambang pasir kuarsa, di Cihara, Panggarangan dan bayah. Juga oleh aktivitas pertambangan PT. Cemindo Gemilang. Kondisinya akan makin memburuk, seluruh perbukitan karst pada konsesi tambang PT. Cemindo Gemilang telah dikeruk.
Selain itu, terjadi hal-hal yang tidak normal dari suatu kegiatan yang dianggap normal, missal pada kegiatan normalisasi sungai yang pernah berlangsung di sungai Cimadur Bayah dan Sungai Cipanyaungan Cihara. Kegiatan normalisasi sungai, dilakukan dengan cara pembersihan material endapan sungai pada bantaran sungai, kelokan-kelokan sungai. Orang-orang normal dalam kegiatan tersebut, lupa bahwa, perubahan alur sungai terjadi sejak dari hulu hingga hilir. Bukan di hilir saja, atau di wilayah tengah saja. Akhirnya, kegiatan normalisasi sungai tak kunjung membuat sungai kembali normal.
Karma
Fungsi untit-unit penting dalam bumi (alam) hari ini telah menjadi objek aktivitas “ekonomi”. Berbagai aktivitas tambang, dari yang makro hingga sekala mikro telah berlangsung melakukan pengerukan di wilayah Gunung, Pegunungan karst hingga bukit-bukit pasir. Tidak terkecuali juga pada wilayah pantai. Merubah Bantaran pantai dan bantaran sunagi.
Perubahan bentang alam – bagian dalam yang terjadi pada wilayah Gunung, menghilangkan fungsi sebagai wilayah “tangkapan hujan” dan wilayah serapan airtanah yang paling dominan. Fungsi-fungsi cekungan airtanah diperlemah di wilayah puncak.
Pada wilayah pegunungan (bukit-bukit), memperlemah fungsi wilayah penahan air larian, sehingga air terlalu cepat dan terlalu banyak masuk pada sungai-sungai, membawa material sedimen yang tidak terkontrol.
Pada wilayah muara sungai – pantai, pengerukan dan pembetonan memperlemah wilayah tersebut sebagai wilayah serapan banjir dan tangkapan sedimen. sengingga, material sedimen menumpuk di tempat-tempat baru yang semakin hari terus mengalami penumpukan ke arah hulu. Pembetonan pada wilayah pantai, mengurangi suplai airtanah, menyebabkan muka laut semakin maju ke daratan karena zona transisi mengalami pergeseran (salah satu faktor dari faktor lainnya).
Perubahan bentang alam – bagian dalam yang terjadi pada wilayah Gunung, menghilangkan fungsi sebagai wilayah “tangkapan hujan” dan wilayah serapan airtanah yang paling dominan. Fungsi-fungsi cekungan airtanah diperlemah di wilayah puncak. Pada wilayah pegunungan (bukit-bukit), memperlemah fungsi wilayah penahan air larian, sehingga air terlalu cepat dan terlalu banyak masuk pada sungai-sungai, membawa material sedimen yang tidak terkontrol. Pada wilayah muara sungai – pantai, pengerukan dan pembetonan memperlemah wilayah tersebut sebagai wilayah serapan banjir dan tangkapan sedimen. sengingga, material sedimen menumpuk di tempat-tempat baru yang semakin hari terus mengalami penumpukan ke arah hulu. Pembetonan pada wilayah pantai, mengurangi suplai airtanah, menyebabkan muka laut semakin maju ke daratan karena zona transisi mengalami pergeseran (salah satu faktor dari faktor lainnya).

(Foto Banjir Sungai Ciberang (Lebak) Tahun 2020)
Atas dasar hal di atas, ketika hujan aliran air dipermukaan sulit terkendali, sedangkan suplai airtanah mengalami penurunan. Sehingga, banjir sering terjadi dengan dampak yang sangat luas, menyebabkan kerugian pada asfek sosial. Pada saat kemarau, karena air tanah semakin turun, proses penyerapan air permukaan semakin cepat, begitupun penguapan air karena suhu yang meningkat. Sehingga “Kekeringan” dimana-mana.

(Foto Dampak Banjir Sungai Ciberang (Lebak) tahun 2020)
Hal yang harus dibayar mahal, dari sebuah aktivitas “ekonomi”. Buah (KARMA) dari sebuah kerusakan!
Penutup
Makna positif yang menempel pada suatu istilah, yang dikaitkan terhadap praktek-praktek pengelolaan lingkungan – “ekonomi”. Mesti, diuji terlebih dahulu sisi teknisnya, dengan pertimbangan fungsi unit-unit penyusun bumi (alam) dalam tata semesta. Atau, dengan memerhatikan gejala yang ditimbulkan!
Etika, tidak selalu berbanding lurus dengan nada suatu istilah dalam sebuah program, atau niat baik demi menyelesaikan sebuah masalah (lingkungan – ekonomi) tanpa disebandingkan – memepertimbangkan fungsi unit-unit penyusun bumi dalam tata semesta. Etika, mestinya berangkat dari pertimbangan atas keberlangsungan fungsi unit-unit penyusun bumi dalam tata dan gerak semesta, sebagai titik berangkan sebelum memulai segala sesuatu.
Etika, yang tidak bersesuaian atas fungsi unit-unit penyususn bumi (alam) dalam tata dan gerak semesta, adalah bualan. Hanya akan menghasilkan berbagai karma!