Mencintai kampung halaman dengan begitu mendalam, ialah memahami seluk-beluk letak geografisnya. Potensi serta ancaman bisa dideteksi sejak dini, dan mengurai setapak demi setapak catatan untuk masa depan.
Mengatakan cinta pada kampung halaman. Bisa juga ditarik ke yang lebih besar lagi, mencintai Tanah Air, Indonesia. Jika berkata ‘Aku Cinta Indonesia’ tapi tidak memahami letak dan kondisi geografisnya sama saja dengan bohong. Mengapa demikian? Karena tidak ada negara yang tidak punya tanah, untuk menjadi sebuah Negara tentu harus punya daratan atau lautan untuk dipijak. Oleh karena itu, penting untuk Kita semua memahami Indonesia dari sudut pandang geografis. Bisa dimulai dari pemahaman tentang Indonesia sebagai negara maritim.
Indonesia Negara Maritim, Bukan Sekadar Dongeng
Sewaktu kecil, sering Kita dengar lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”. Lirik lagu itu sejatinya menjadi pengingat bahwa Indonesia adalah Negara maritim dan Negara kepulauan. Bukan sekadar dongeng yang terkandung dalam lagu anak-anak. Meski pulaunya terpisah-pisah dan diselingi perairan, Kita harus tetap memiliki kesadaran bahwa laut bukanlah pemisah, justru penghubung.
Seperti yang dikatakan Bung Karno, bahwa Indonesia merupakan negara lautan untaian kepulauan. Indonesia sebagai negara maritim merupakan kesadaran yang objektif dan sejalan dengan suasana geografis Indonesia itu sendiri. Seperti kita ketahui, bahwa lautan Indonesia lebih luas dari daratannya. Itu sebabnya, kesadaran tentang negara maritim harus mengendap dan mewujud dalam tindakan.
Indonesa memiliki perbatasan maritim dengan sepuluh negara, dengan India (Landas Kontinen), Thailand (Landas Kontinen), Singapura (sebagian wilayah Laut), Malaysia (sebagian wilayah laut, Landas Kontinen, Vietnam (Landas Kontinen), Pilipina (ZEE), Palau (ZEE, Landas Kontinen), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontinen), Timor Leste (Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontinen), dan Australia (ZEE, Landas Kontinen).
Pada tahun 1996, Indonesia mengusulkan penetapan alur-alur laut kepulauan Indonesia ke International Maritim Organization (IMO). Hal ini dilakukan salah satunya untuk menjaga kesatuan Indonesia yang bergugus pulau-pulau, sebagai kesatuan geografis, ekonomi, juga politik. Lalu, pada Mei 1998 International Maritim Organization (IMO) menyetujui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Dengan disetujuinya alur tersebut, Indonesia merupakan negara maritim pertama yang menetapkan alur laut kepulauan sesuai Pasal 53 Konvensi Hukum Laut 1982 di perairan kepulauannya.
Potensi Geoekonomi dan Geopolitik Indonesia
Setelah memahami bahwa Indonesia adalah negara maritim, selanjutnya kita harus mengetahui segala potensi yang ada di Indonesia, baik itu dari segi ekonomi maupun politik. Munculnya potensi-potensi yang terjadi sudah pasti tidak akan terlepas dari kondisi geografisnya, maka muncul istilah geoekonomi dan geopolitik. Lebih jelasnya, mari simak pemaparan di bawah ini.
Sebagai negara kepulauan, tentunya Indonesia akan menghadapi situasi yang datang dari segala arah. Terlebih, akses masuk ke Indonesia masih sulit dikendalikan karena wilayahnya banyak memiliki pulau-pulau kecil terluar Indonesia yang berbatasan dengan wilayah negara lain. Oleh karena itu, kesadaran untuk menjaga Indonesia juga harus dengan menjangkau pulau terluarnya. Jangan sampai melakukan sentralisasi pada satu titik saja, karena pulau terluar itu juga sejatinya masih bagian dari Indonesia.
Dari segi ekonomi, Indonesia mempunyai tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Ketiganya memiliki fungsi pelayaran internasional. Sebab alur laut Indonesia bersinggungan dengan dua samudera terbesar, yakni Hindia dan Pasifik. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi jalur dagang laut di Indonesia. Hilir mudik perdagangan internasional akan mempengaruhi situasi Geo-Ekonomi Indonesia, dengan begitu sebagai masyarakat maritim, kiranya penting untuk memahami persoalan ini. Agar bisa menentukan langkah yang cocok untuk Indonesia dalam hal perdagangan internasional.
Tidak berhenti sampai di situasi geoekonomi, ancaman pada pertahanan Indonesia juga siap datang kapan saja. Misalnya, pada Desember 2019 Indonesia dihebohkan dengan kapal Cina yang ‘bandel’ di perairan Natuna. Cina dan Indonesia sama-sama mengakui bahwa wilayah tersebut merupakan perairan milik mereka. Oleh karena itu, ketegangan pun terjadi ketika Indonesia berusaha mengusir Kapal Cina tersebut tapi malah tidak didengar oleh awak kapalnya. Ketika dihadapkan oleh kasus seperti itu, Indonesia harus memperhatikan betul geopolitiknya supaya tidak menghancurkan hubungan diplomasi dengan Cina atau Negara lain.
Dari pemaparan di atas, tak dapat diragukan lagi bahwa untuk mencintai Indonesia Kita harus memahami secara paripurna letak dan kondisi geografisnya. Supaya Bumi Pertiwi ini bisa terus ada dan sejahtera sampai selama-lamanya.
Penulis : Try Adhi Bangsawan
Referensi:
Jurnal Hukum dan pembangunan “ Penetapan alur-alur laut kepulauan menurut konvensi hukum laut 1982” Luh Putu Sadini, 2008.