Tambang Kuarsa, Kerusakan, Kerugian, Penangkap Impun
Selayang Pandang
Sebelumnya, saya ucapkan terimakasih kepada kawan-kawan dari berbagai media yang telah memberitakan segala kemelut yang pernah terjadi di Sungai Cihara. Terutama mengenai pemberitaan pencemaran yang berlangsung di Sungai Cihara sejak tahun 2017 hingga 2022. Pada kesempatan kali ini, kami bersama kawan-kawan Sanggabuana Institute akan coba mengulas persoalan yang kiranya luput dari perhatian rombongan yang lain. Terutama pada persoalan Impun, Orang Cihara penangkap Impun dan kerugian ekonomi yang diderita oleh penangkap Impun beberapa tahun kebelakang.
Sejak tahun 1980 an di era pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, Pertambangan mulai dijadikan agenda pembangunan , dengan alasan kesejahteraan masyarakat. Hingga kini, istilah tersebut mengakar pada kesadaan Orang-orang Kampung, tidak sedikit pula pada kesadaran sejumlah akademisi dan para terpelajar lainnya. Ketika mendengar kata “Pertambangan” maka yang akan muncul pada isi kepalanya adalah makna “Sejahtera.” Hal tersebut memang dirasakan oleh sebagian Orang. Tetapi, Orang-orang yang telah mencicipi manisnya “Ekonomi Keruk” atau Pertambangan, enggan melihat pada ruang yang lain yang terselubung. Yaitu, ke Dapur-dapur Rumah Orang yang menggantungkan hidup dan kehidupan Anak Istrinya kepada aliran Sungai. Selain itu, Pertambangan juga datang dengan berbagai istilah dan matematika Tambang, yang menyihir Orang bodoh semakin tolol. Sehingga, persoalan yang terjadi di Sungai Cihara dan yang terjadi terhadap Orang Cihara perlu kami hitung ulang.
Kerusakan Sungai Cihara dan Kerugian 2,1 miliar
Sungai Cihara terletak di Kabupaten Lebak – Banten. Alirannya membentang dari Utara ke Selatan, sejak Pegunngan Sanggabuana (Halimun Salak) mengalir ke hilir hingga ke Samudera Hindia. Pada waktu-waktu tertentu di Sungai Cihara bisa dijumpai jenis ikan kecil yang bermigrasi dari laut menuju hulu Sungai, ikan ini akrab disebut oleh Orang Cihara umumnya oleh Orang Selatan Lebak dengan nama Impun. Impun, biasanya muncul pada sekitar tanggal 22 atau 23 hingga tanggal 3 dalam kalender Hijriyah. Menurut warga, musim Impun dimulai sejak Bulan Rajab dan berakhir di Bulan Muharram. Impun, umumnya bisa dijumpai dihampir seluruh Sungai yang mengalir dari Kawasan Pegunungan Sanggabuana (Halimun Salak) dengan waktu yang bersamaan, bukan hanya di Sungai Cihara. Di wilayah Pelabuhan Ratu, Impun bisa dijumpai di Sungai Cimandiri, salah satunya. Di wilayah lebak, Impun bisa dijumpai di Sungai Cibareno, Cisawarna, Cipanengah, Cidikit, Cimadur, Cikumpai, Cimancak, Cisiih, Cimandiri, dan Sungai Cihara. Bagi Orang Lebak Pada umumnya, Impun merupakan salah satu jenis Ikan primadona dari bebagai jenis Ikan primadona lainnya. Selain rasanya yang enak, Impun memiliki kandungan gizi yang baik untuk kebutuhan tubuh manusia. Selain itu, Sungai Cihara juga dijadikan Sumber Air untuk mencukupi kebutuhan Air Orang Cihara ketika musim Kemarau tiba.

(Potret Muara Sungai Cihara, pada saat musim Impun, 2023)
Wilayah Cihara, salah satu daerah yang rentan kekeringan pada saat musim Kemarau. Secara Geologi, daerah ini disusun oleh batuan sedimen Vulkanik yang sukar menyimpan dan mengalirkan air. Batuan Aquifer yang menyusun daerah ini, tercincang oleh patahan-patahan yang disebabkan oleh gaya utara selatan juga dipatah-patahkan oleh terobosan-terobosan magma yang menghasilkan intrusi batuan beku dibeberapa titik . Hal ini yang menjadikan wilayah Cihara rentan kekeringan pada saat musim Kemarau. Sehingga, keberlangsungan Hutan dan Sungai di wilayah Cihara sangat penting.
Pada saat Kemarau, beberapa perkampungan mengalami krisis air, seperti perkampungan di Desa Cihara, Desa Karangkamulyan dan Ciparahu. Sehngga, pada saat kekeringan Sungai Cihara menjadi sumber air kunci untuk Orang Kampung di Kampung-kampung tersebut. Terutama sekali, bagi Orang Kampung disalah satu Perkampungan Desa Karangkamulyan dan Orang Kampung di Desa Cihara umumnya. Sejak tahun 2017 hingga tahun 2022 , setelah Tambang Pasir Kuarsa beroprasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, Sungai Cihara hampir tidak bisa dikonsumsi. Keberlangsungan Sungai Cihara terganggu oleh limbah Solar dan lumpur bekas pencucian pasir perusahaan Tambang Pasir Kuarsa. Yang tak kalah pinting adalah, bahwa terdapat beberapa Orang yang menggantungkan hidupnya di Sungai Cihara, terutama pada saat musim Impun tiba.
Bagi Orang Cihara, keberadaan Sungai Cihara sangan penting. Sebab, tidak kurang dari 20 Orang, menggantungkan hidupnya dari hasil menangkap Impun setiap musim. Jumlah ini, merupakan penangkap impugn tetap di Sungai Cihara, dengan menggunakan “Buwu.” Di Sungai Cihara, terdapat beberapa lokasi tertenu yang dijadikan lokasi tetap memasang “Buwu” setiap kali Musim Impun tiba. Terdapat 2 (dua) lokasi utama bagi Orang Cihara untuk memasang “Buwu” dalam menangkap Impun. Lokasi pertama adalah Parungdahu, yang terletak pada bagian hilir Sungai. Yang kedua adalah Parungkalam, berada ratusan meter dari Parungdahu. Di awal musim setiap Bulan, biasanya Orang Cihara akan memasang “Buwu” di Parungdahu. Sebab, Impun masih berada di hilir Sungai. Ketika migrasi Impun semakin ke hulu, Orang Cihara akan memasang “Buwu” di Parungkalam. Dua lokasi ini begitu berarti bagi Orang Cihara, terlebih lagi keberadaan dan keberlangsungan Sungai Cihara.
Sebelum tahun 2017, penghasilan rata-rata Orang Cihara dari hasil menangkap Impun mencapai angka Rp.20.000.000 satu musim untuk setiap Orang. Pada tahun 2016, salah seorang warga pak Kodong namanya, menghasilkan Rp.1.000.000 dalam satu hari . Rata-rata pendapatan Orang Cihara pada tahun itu, mencapai Rp.3.000.000. Setelah tahun 2017, tepatnya setelah Pertambangan Pasir Kuarsa PT. HANASA PRIMA di area Sungai Cihara beroprasi, tepatnya di Sekitar Parungdahu Kampung Sempurbandung pendapatan Orang Cihara dari Impun menurun drastis. Selanjutnya, pada tahun 2020, PT. Batu Natura Fortuna (BFN) mulai beroprasi dibagian hulu, disekitar Parungkalam. Hal ini, memperparah kondisi Sungai Cihara. Pendapatan Orang Cihara dari Impun diobok-obok oleh perusahan Tambang Pasir Kuarsa ini. Para penangkap Impun terpincang-pincang sejak tahun 2017 hingga tahun 2022. Pendapatan setiap musimnya, rata-rata hanya Rp.2.000.000. Setelah Pertambangan masuk disekitar Sungai Cihara masuk, bukan hanya pendapatan Impun saja yang menurun. Penghasilan lainnya juga menurun, seperti; hasil tangkap Udang Lobster yang dirasakan para “Penjodang” dan nelayan penangkap ikan di Laut.
Kerugian secara umum yang dirasakan oleh Orang-orang Cihara ketika keberlangsungan Sungai Cihara terganggu, dirasakaan pada saat musim kemarau. Orang-orang Cihara, terpaksa harus mengambil Air yang keruh, berwarna kuning dan penuh lumpur akibat Pertambangan Pasir Kuarsa. Kerugian lainnya, dirasakan oleh 20 Orang penankap Impun. Bagaimana tidak, kerugian yang dialami oleh penangkap Impun setelah Pertambangan Pasir Kuarsa beroprasi disekitaran Sungai Cihara mencapai 90%. Nominal kerugiannya menginjak Rp.360.000.000 untuk 20 Orang penangkap Impun setiap tahun. Selanjutnya, jika kita mau menghitung kerugian 20 Orang penangkap impugn sejak tahun 2017 hinga tahun 2022, kerugian yang dialami mencapai 2,1 M, rincinya Rp.2.160.000.000. Perlu diingat, bahwa kerugian tersebut, belum dihitung dengan kerugian yang lain. Seperti, kerugian tercemarnya Air yang dikonsumsi Orang Cihara dan sekitarnya, juga kerugian yang berlangsung pada Ekosistem Sungai dan Laut lainnya. Kalau kita mau konfersi kedalam Rupiah, maka kerugiannya akan berlipat ganda.
Jumlah penangkap Impun di Sungai Cihara,memang tidak banyak, hanya 20 Orang. Namun, 20 Orang ini manusia, yang memiliki perut ditambah perut Anak dan Istrinya! Pembangunan yang sesungguhnya itu, adalah pembangunan yang berdampak baik pada Dapur Orang yang paling miskin di Kampung-kampung.
Penutup
Saat ini, Sepeninggal Perusahaan Tambang Pasir Kuarsa dari sekitaran Sungai Cihara, kondisi Sungai Cihara berangsur membaik. Hal ini bisa dilihat dari musim Impun pada bulan Juni kali ini.
Di sudut yang lain, yang terselubung oleh istilah sorgawi yang sering kali kita dengar acapkali sebuah Perusahaan Tambang akan datang ke perkampungan. Namun, pada kenyataannya, pertambangan tidak mampu menjadi solusi untuk memperbaiki kehidupan seluruh Orang-orang di Kampung. Setelah kita lihat secara seksama, Orang-orang di Kampung memiliki cara sendiri untuk memperbaiki hidupnya. Tanpa kehadiran Negara, para Penangkap Impun di Sungai Cihara mampu berdaya dengan alat seadanya. Apalagi jika, Negara hadir dengan memberikan teknologi yang lebih canggih kepada Penangkap Impun agar hasil tangkap Impunnya meningkat. Jika, Negara belum mampu memberikan Teknologi yang lebih canggih untuk Penangkap Impun di Cihara. Minimalnya, Negara wajib mengawal keberlangsungan Sungai Cihara agar Sungai Cihara tidak memburuk oleh apapun itu!
Penulis : Ali Al-Fatih