Narasi – Artikel :
“Pangauban Sanggabuana” – istilah yang berasal dari salah satu gunung tertinggi dalam jajaran pegunungan Halimun, Gunung Sanggabuana (1918 mdpl). “Pangauban” – ngauban sendiri, memiliki beberapa makna, antara lain; meliputi, menaungi, menemani hingga melindungi, yang bisa diartikan “Ruang”. “Pangauban” dan “Ruang”, memiliki kedekatan makna.
Konteks
Seluruh wilayah dalam jangkauan urat-urat Gunung Halimun/Sanggabuana, disebut sebagai “Pangauban Sanggabuana”. Diantaranya, bentangan urat Gunung Kendeng, yang membentang sejak Pegunungan Halimun/Sanggabuna hingga ujung paling barat Pulau Jawa (Jungkulan/Ujung Kulon), sebagai gambaran masyarakat setempat mengenai “Pangauban Sanggabuana” (INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM, 2016).
Pada masa Kolonial Belanda, wilayah ini umumnya dianggap sebagai hutan belantara. Bagi masyarakat di sisi yang lain, wilayah ini, disebut “Pangauban Sanggabuana” oleh Komunitas Kasepuhan Banten Kidul. Jauh sebelumnya, masyarakat sunda (dalam catatan: masa Kerajaan Sunda – periode Rakyan/Rakean) menjadikan wilayah ini sebagai wilayah mandala atau tempat yang disucikan. Dimana, pada wilayah-wilayah tertentu dijadikan pusat kegiatan keagamaan, tempat tinggal para wiku.
Dari seluruh rentang zaman yang amat panjang, “Pangauban Sanggabuana” merupakan wilayah sakral, tempat yang amat penting bagi masyarakat yang terpaut atas keberadaannya, dari masa ke masa. “Bagi banyak masyarakat adat di Indonesia, hutan bukan sekadar sumber mata pencaharian. Hutan terutama adalah acuan bagi rasa merasa akan kosmos, sejarah muasal, tata hukum, dan tunjuk ajar perilaku” (Karlina Supelli, 2013). Begitu pula dengan “Pangauban Sanggabuana”, sejarah panjang, menjadikannya (dapat dinyatakan) sebagai “Ruang Hidup Sanggabuana”, meliputi wilayah urat-urat gunung Halimun/Sanggabuana dan aspek lainnya (seperti ekologi: sungai dll), yang tehubung – bersumber – terdapat dari dan dalam wilayah ini.

(Doc. Sanggabuana. Peta Citra Satelit : Ruang Hidup Sanggabuana)
Ruang Hidup Sanggabuana, adalah wilayah yang sangat penting pada wilayah Barat Pulau Jawa. Didalamnya terdapat ruang-ruang kunci yang saling terkait : Sanghiyang Sirah di ujung Barat, Baduy pada bagian Tengah dan Kasepuhan-kasepuhan Banten Kidul disekeliling Pegunungan Halimun/Sanggabuana. Pengelolaan ruang, umumnya dilakukan atas dasar dua hal, larangan dan bukaan, dengan beragam istilah lokal, seperti: Tutupan, Titipan dan Garapan, serta Dungus, Leuweung Kolot, Titisar dan lainnya. Hal-hal tersebut, dengan ragam aspek yang berlangsung di dalamnya, disederhanakan kedalam istilah pikukuh.
Dalam mengelola ruang hidup bersama, komunitas-komunitas terkait (Komunitas Masyarakat Adat Banten Kidul, termasuk Masyarakat Baduy dan Komunitas disekitar Sanghiyang Sirah), memiliki kewenangan masing-masing. “Misalnya saja, kewenangan menjaga dan memeriksa kondisi leuweung (hutan) Gunung Halimun (Sanggabuana) diserahkan kepada tiga kasepuhan, yaitu Kasepuhan Urug, Citorek, dan Ciptagelar (sekarang Gelaralam). Kasepuhan Citorek, misalnya bertugas sebagai ciri keamanan pangan; Kasepuhan Ciptagelar “nu ngagelarkeun” atau bertugas mempromosikan Kasepuhan kepada publik; Kasepuhan Cisungsang-Cisitu disebut gurucucuk pangutas jalan atau bertugas sebagai perintis yang membukakan kampung; Kasepuhan Cibedug, Karang, Cirompang, Pasir Eurih, Jambrut, Garung, Karang Combong merupakan Sempalan yang bertugas sebagai akar kasepuhan atau penjaga kebradaan kasepuhan di lapian bagian bawah” (INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM, 2016). Selain itu, komunitas masyarakat kasepuhan terkait, selalu melakukan pertemuan-pertemuan untuk membahas berbagai hal yang berlangsung di wilayah masing-masing (pernah berjalan secara terbuka, awal 2000 an ke belakang : bukan seperti pertemuan SABAKI saat ini).
***
Penulis : Ali Al-Fatih
Referensi :
(2016). INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS WILAYAHNYA DI KAWASAN HUTAN, KONFLIK AGRARIA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS WILAYAHNYA DI KAWASAN HUTAN – Sumatra-Jawa-Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Bali-Nusa Tenggara-Papua
Karlina Supeli, 2013. Kebudayaan dan Kegagapan Kita. Orasi Kebangsaan – Taman Ismail Marzuki