Belakangan ini publik digegerkan dengan hilangnya Yana di Cadas Pangeran, Sumedang. Kejadian ini mengundang banyak respon, disusul dengan rekaman suara yang tersebar melalui grup WA yang berasal dari “Kuncen” Cadas Pangeran, berisi tentang ramalan Yana yang hilang di Cadas Pangeran dibawa oleh makhluk halus ular kuning besar (Oray Koneng Gede). Selain warga, kejadian ini mendapat respon dari pemerintah Jawa Barat dengan menurunkan tim Sar untuk mencari Yana yang hilang di Cadas Pangeran.
Kejadian ini juga mendapat komentar dari orang nomor satu di Jawa Barat yaitu Ridwan Kamil atau Kang Emil (sapaan akrab-nya) dalam artikel Kompas (19/11/21), “Kurangi Drama, Sayangi Keluarga” kehilangan Yana tidak harus selalu dikaitkan dengan hal supranatural, hal ini ditenggarai atas keterlibatan dukun dalam pencarian hilangnya Yana di Cadas Pangeran selama dua hari sebelum ditemukan di Majalengka dalam keadaan baik-baik saja. Lanjut, selalu ada alasan ilmiah rasional, kasus Yana membuktikan itu.
Tindakan prank yang dilakukan Yana ternyata berkaitan juga dengan persoalan kita sehari-hari, yaitu soal hidup, urusan ekonomi. Soal ini sangat material sekali, bahkan jauh dari kesan supranatural.
Penggunaan paranormal dalam urusan hidup masyarakat kita bukanlah hal yang baru, hal ini berkaitan erat dengan perkembangan anisme dan dinamisme di Nusantara. Paulo Preire dalam bukunya (Conscientizacao, 2008), membahas tentang sebuah konsep untuk mengukur tingkat kesadaran manusia. Ia membagi dalam tiga tahapan kesadaran, Pertama, Kesadaran Magis, dicirikan cara berpikir fatalistik (takdir, nasib) dan sikap menerima dengan tidak menangkap akar masalah diluar dirinya sendiri. Kedua, kesadaran Naif. Kesadaran ini akan menunjukan sikap menyalahkan orang lain, diri sendiri. cenderung melakukan kolusi dengan penguasa, meniru penindas, menjauhi penindas (situasi yang mengambang). Ketiga, kesadaran kritis. Mengetahui akar masalah (sistem), menolak ideologi penindas, mengaktualisasikan diri, bersama-sama mencari ilmu pengetahuan, hingga merubah sistem.
Kejadian Yana jika dihubungkan dengan supranatural, maka tingkat kesadaran kita ada pada kesadaran magis. Di mana hal tersebut, dihubungkan dengan mitos, ramalan, nasib atau takdir (walau pun itu ada), dan tidak menyadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan kesatuan sistem yang utuh, kita (warga negara) merupakan bagian dari sistem yang ada hari ini, baik dalam politik , ekonomi, dlsb.
Persoalan mistik atau kepercayaan pada hal yang mistis, hampir seabad yang lalu menjadi perhatian seorang tokoh terkemuka Tan Malaka. Dalam bukunya (Madilog, 1943) di bab satu yang membahas tentang Logika Mistika (berpikir mistik) yang menganggap bahwa segala sesuatu disebabkan oleh pengaruh roh atau hal-hal gaib. Cara berpikir ini sangat kental di masyarakat pada saat itu, ini juga menjadi tantangan tersendiri menuju republik Indonesia merdeka 100%. Untuk menunaikan itu, Tan menjadi pengajar dibeberapa sekolah, untuk mengikis cara berpikir mistik yang semakin menguntungkan kolonial Hindia-Belanda.
Disadari atau tidak, persoalan seperti roh, atau hal mistik lainnya masih ada, dan sering digunakan dalam upacara adat dibelahan Indonesia. Persoalan mistik ini bisa berdampak negatif juga positif, hal ini tergantung bagaimana penggunaannya. Semisal menggunakan hal mistik seperti memuja, dan ingin kaya. Ini jelas sangat negatif, karena akan dipermainkan makhluk halus. Selanjutnya dampak positif, semisal penggunaan roh dalam upacara adat sebagai pelestarian budaya.
Keterlibatan paranormal, ‘jika memang ada dan terbukti’ ini bisa menjadi kekuatan masyarakat untuk menghambat ekspoliatasi lingkungan di pedesaan Indonesia. Semisal ini digunakan untuk mengusir pertambangan yang akan merusak kampung, sehingga eksploitasi lingkungan akan mendapati tantangan yang tidak kasat mata. dan tentu akan kesulitan.
Dalam logika mistika, Tan membantah hal itu dengan logika ilmu pasti. Tan berpendapat bahwa, benda dahulu baru kodrat. Kodrat tak bisa lepas dari benda. Kita dapat mengetahui sifat asli gelas untuk meminum, setelah gelas itu ada (pemaknaan bebas). Begitupun dengan kasus Yana, persoalan pekerjaan dan tekanan keluarga adalah hal yang sangat material, sehingga kita tidak bisa kabur dari soal tersebut, dan mengaitkannya dengan hal supranatural. Tindakan Yana adalah akar dari serangkaian tumpukan beban ekonomi yang harus ia tanggung. Jadi amatlah bahaya, jika persoalan kehidupan selalu dikaitkan dengan hal yang supranatural.
Jelaslah dalam kasus “Prank” Yana, yang jika persoalan hidup sehari-hari ditangguhkan atau dikaitkan dengan hal supranatural, kita mengalami hambatan serius dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia untuk masa depan.
Pendidikan mustilah mampu membedah lebih dalam segala persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, agar ilmu pengetahuan mendapatkan tempat pada soal-soal kerakyatan, sehingga segala soal hidup dapat dikupas secara mendalam, dan menyadari adanya sistem yang bekerja sampai zaman seperti ini.
Oleh: Try Adhi Bangsawan (Magister Ilmu Politik Universitas Padjadjaran)